Oleh :
Dr. Ir. Ali Hanapiah Muhi, MP
Berbicara tentang pembangunan desa, selama ini sebagian
diantara kita terlalu terpaku pada pembangunan berskala besar (atau proyek
pembangunan) di wilayah pedesaan. Padahal pembangunan desa yang sesungguhnya
tidaklah terbatas pada pembangunan berskala “proyek” saja, akan tetapi
pembangunan dalam lingkup atau cakupan yang lebih luas. Pembangunan yang
berlangsung di desa dapat saja berupa berbagai proses pembangunan yang
dilakukan di wilayah desa dengan menggunakan sebagian atau seluruh sumber daya
(biaya, material, sumber daya manusia) bersumber dari pemerintah (pusat atau
daerah), selain itu dapat pula
berupasebagian atau seluruh sumber daya pembangunan bersumber dari desa. Apa
sesungguh nya pembangunan desa?
Sesungguhnya, ada atau tidak ada bantuan pemerintah terhadap
desa, denyut nadi kehidupan dan proses pembangunan di desa tetap berjalan.
Masyarakat desa memiliki kemandirian yang cukup tinggi dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, mengembangkan potensi diri dan keluarganya, serta membangun sarana
dan prasarana di desa. Namun demikian, tanpa perhatian dan bantuan serta
stimulan dari pihak-pihak luar desa dan pemerintah proses pembangunan di desa
berjalan dalam kecepatan yang relatif rendah. Kondisi ini yang menyebabkan
pembangunan di desa terkesan lamban dan cenderung terbelakang.
Jika melihat fenomena pembangunan masyarakat desa pada masa
lalu, terutama di era orde baru, pembangunan desa merupakan cara dan pendekatan
pembangunan yang diprogramkan negara secara sentralistik. Dimana pembangunan
desa dilakukan oleh pemerintah baik dengan kemampuan sendiri(dalam negeri) maupun dengan dukungan negara-negara maju dan
organisasi-organisasi internasional. Pembangunan desa pada era orde baru
dikenal dengan sebutan Pembangunan Masyarakat Desa (PMD), dan Pembangunan Desa
(Bangdes). Kemudian di era reformasi peristilahan terkait pembangunan desa
lebih menonjol “Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD)”.
Dibalik semua itu, persoalan peristilahan tidaklah penting, yang
terpenting adalah substansinya terkait pembangunan desa.Pada masa orde baru
secara substansial pembangunan desa cenderung dilakukan secara seragam
(penyeragaman) oleh pemerintah pusat.
Program pembangunan desa lebih bersifat top-down. Pada era
reformasi secara substansial pembangunan desa lebih cenderung diserahkan kepada
desa itu sendiri. Sedangkan pemerintah dan pemerintah daerah cenderung
mengambil posisi dan peran sebagai fasilitator, memberi bantuan dana, pembinaan
dan pengawasan.Program pembangunan desa lebih bersifat bottom-up atau kombinasi buttom-up dantop-down.
Top-down Planning.
Perencanaan pembangunan yang lebih
merupakan inisiatif pemerintah (pusat atau daerah). Pelaksanaannya
dapat dilakukan oleh pemerintah atau dapat melibatkan masyarakat desa di
dalamnya. Namun demikian, orientasi pembangunan tersebut tetap untuk
masyarakat desa.
Bottom-up Planning.
Perencanaan pembangunan dengan menggali
potensi riil keinginan atau kebutuhan masyarakat desa. Dimana masyarakat desa
diberi kesempatan dan keleluasan untuk membuat perencanaan pembangunan atau
merencanakan sendiri apa yang mereka butuhkan. Masyarakat desa dianggap lebih tahu apa yang mereka butuhkan. Pemerintah
memfasilitasi dan mendorong agar masyarakat desa dapat memberikan partisipasi
aktifnya dalam pembangunandesa.
Kombinasi Bottom-up danTop-dowm Planning.
Pemerintah (pusat atau
daerah) bersama-sama dengan masyarakat desa membuat perencanaan pembangunan
desa. Ini dilakukan karena masyarakat masih memiliki berbagai keterbatasan
dalam menyusun suatu perencanaan dan melaksanakan pembangunan yang baik dan
komprehensif. Pelaksanaan pembangunan dengan melibatkan dan menuntut peran
serta aktif masyarakat desa dan pemerintah. Dalam menyusun perencanaan
pembangunan desa yang harus diperhatikan adalah harus bertolak dari kondisi
existing desa
tersebut.
Esensi dari pembangunan desa adalah“bagaimana desa dapat
membangun/memanfaatkan/mengeksploitasi dengan tepat (optimal, efektif dan
efisien) segala potensi dan sumber daya yang dimiliki desauntuk memberikan rasa
aman, nyaman, tertib serta dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa.
Pembangunan desa berkaitan erat dengan permasalahan sosial,
ekonomi, politik, ketertiban, pertahanan dan keamanan dalam negeri. Dimana
masyarakat dinilai masihperlu diberdayakan dalam berbagai aspek kehidupan dan
pembangunan. Oleh karena itu, perlu perhatian dan bantuan negara (dalam hal ini
pemerintah) dan masyarakat umumnya untuk menstimulans percepatan pembangunan
desa di berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Bantuan masyarakat dapat berasal dari masyarakat dalam
negeri maupun masyarakat internasional. Meskipun demikian, bantuan
internasional melalui organisasi-organisasi internasional bukanlah yang utama,
tetapi lebih bersifat bantuan pelengkap.Semua bentuk bantuan, baik yang
bersumber dari pemerintah, swasta (dalam bentuk Corporate Social Responsibility, hibah
dan sebagainya), maupun organisasi-organisasi non-pemerintah (Lembaga Sosial
Masyarakat) dalam negeri maupun internasional adalah merupakan stimulus
pembangunan di daerah pedesaan. Semestinya yang dikedepankan adalah kemampuan
swadaya masyarakat desa itu sendiri.
Pembangunan desa pada hakikatnya adalah segala bentuk
aktivitas manusia (masyarakat dan pemerintah) di desa dalam membangun diri,
keluarga, masyarakat dan lingkungan di wilayah desa baik yang
bersifat fisik, ekonomi, sosial, budaya,politik, ketertiban, pertahanan dan
keamanan, agama dan pemerintahan yang dilakukan secara terencanadan membawa
dampak positif terhadap kemajuan desa.
Dengan demikian, pembangunan desa sesungguhnya merupakan
upaya-upaya sadar dari masyarakat dan pemerintah baik dengan menggunakan
sumberdaya yang bersumber dari desa, bantuan pemerintah maupun bantuan
organisasi-organisasi/lembagadomestik maupun internasional untuk menciptakan
perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik.
Perubahan-perubahan yang dilakukan manusia pada awalnya
didorong oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Semakin maju suatu peradaban
dan semakin kompleksnya kebutuhan hidup manusia akan mendorong umat manusia
menggunakan kecerdasannya untuk melakukan upaya-upaya tertentu guna pemenuhan kebutuhannya.
Upaya-upaya tersebut ditujukan untuk mencapai sesuatu yang
lebih baikdalam pemenuhan kebutuhan.
Berbicara tentang pembangunan desa terdapat dua aspek
penting yang menjadi objek pembangunan. Secara umum, pembangunan desa meliputi
dua aspek utama, yaitu :
(1) Pembangunan desa dalam aspek fisik, yaitu pembangunan
yang objek utamanya dalam aspek fisik (sarana,prasaranadan manusia) di pedesaan
seperti jalan desa, bangunan rumah, pemukiman,jembatan, bendungan, irigasi,
sarana ibadah, pendidikan (hardware berupa sarana dan prasarana pendidikan, dan
software berupa segala bentuk pengaturan, kurikulum dan metode pembelajaran),
keolahragaan, dan sebagainya. Pembangunan dalam aspek fisik ini selanjutnya
disebut Pembangunan Desa.
(2) Pembangunan dalam aspek pemberdayaan insani, yaitu
pembangunan yang objek utamanya aspek pengembangan dan peningkatan kemampuan,
skill
dan memberdayakan masyarakat didaerah pedesaan sebagai warga
negara, seperti pendidikandan pelatihan, pembinaan usaha ekonomi, kesehatan,
spiritual, dan sebagainya. Tujuan utamanya adalah untuk membantu masyarakat
yang masih tergolong marjinal agar dapat melepaskan diri dari berbagai
belenggu keterbelakangan sosial, ekonomi, politik dan sebagainya.
Pembangunan dalam aspek pemberdayaan insani ini selanjutnya
disebut sebagai Pemberdayaan Masyarakat Desa.
Pembangunan Desa
Keterbelakangan pembangunan di daerah pedesaan turut berkontribusi
terhadap terjadinya migrasi penduduk dari desa ke kota. Daerah perkotaan, terutama kota-kota
besar di Indonesia
mulai kewalahan menghadapi arus migrasi penduduk dari daerah pedesaan.
Pemerintah pada berbagai kotabesar setiap tahunnya dipusingkan oleh
permasalahan yang muncul sebagai dampak dari tingginya arus masyarakat desa
yang pindah ke kota.
Memang perpindahan penduduk dari desa ke kota
menimbulkan berbagai dampak di daerah perkotaan. Kedatangan penduduk desa di
daerah perkotaan secara permanen selain membawa dampak positif juga menimbulkan
dampak negatif.
Permasalahan yang perlu mendapat perhatian adalah timbulnya dampak
negatif akibat migrasi penduduk dari daerah pedesaan kedaerah perkotaan. Dampak
negatif yang ditimbulkan akan menambah permasalahan di daerah perkotaan, antara
lain terjadi peledakan jumlah penduduk, munculnya berbagai masalah sosial
seperti peningkatan pengangguran, peningkatan masyarakat miskin, gelandangan,
tingginya kejadian kriminal dan sebagainya.
Banyak pakar telah membicarakan tentang kecenderungan
urbanisasi di Indonesia, diantaranya Parulian Sidabutar pada tahun 1993
mengemukakan bahwa meskipun derajat urbanisasi (persentase jumlah penduduk yang
tinggal di daerah perkotaan) di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan
standard dunia yang secara umum tingkat pertumbuhan penduduk perkotaan tinggi.
Pada tahun 1985 jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan berjumlah 40,2 juta
orang atau 27 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Sekitar 73 persen
penduduk masih bertempat tinggal di pedesaan. Pada tahun 2000 jumlah penduduk
yang tinggal di perkotaan meningkat menjadi 76 juta orang atau sekitar 36
persen dari seluruh penduduk. Ada
kecenderungan jumlah penduduk yang berdomisili di daerah perkotaan mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun.
Data penduduk Indonesia pada tahun 2005 menunjukkan proporsi
yang bertempat tinggal di pedesaan dibandingkan dengan yang bertempat tinggal diperkotaan
tidak lagi berbeda jauh yakni 113,7 juta jiwa di pedesaan, dan 106,2 juta jiwa
di perkotaan. Namun perbandingan tingkat kesejahteraan masyarakat dan
pembangunan Sumber Daya Manusia di daerah pedesaan relatif jauh tertinggal
dibanding dengan daerah perkotaan. Kenyataan ini diperkuat dengan pernyataan
resmi dari pemerintah pada bulan Agustus 2006 bahwa angka kemiskinan telah
mencapai 39,1 juta jiwa atau 17,8 persen dari jumlah penduduk Indonesia (BPS,
2005). Beberapa komponen penyumbang tingginya pertumbuhan penduduk di perkotaan
adalah tingkat kelahiran yang relatif tinggi, dan tingkat perpindahan penduduk
dari pedesaan ke perkotaan yang relatif tinggi. Fokus perhatian di sini adalah
masih tingginya tingkat perpindahan penduduk dari daerah pedesaan ke daerah
perkotaaan. Perpindahan penduduk dari daerah pedesaan ke daerah perkotaantidak
terjadi begitu saja, akan tetapi didorong oleh berbagai faktor baik yang
bersumber dari perkotaan maupun yang bersumber dari pedesaan.
Secara umum, faktor-faktor yang menyebabkan atau mendorongperpindahan
penduduk dari daerah pedesaan ke daerah
perkotaandapat dilihat dari dua sisi, yaitu:
(1). Faktor yang bersumber dari daerah perkotaan, dan
(2). Faktor yang bersumber dari daerah pedesaan.
Faktor-faktor yang bersumber dari daerah perkotaan sangat
erat kaitannya dengan pertumbuhan pembangunan di daerah perkotaan yang sangat dahsyat.
Faktor yang bersumber dari daerah perkotaandisebut sebagai
faktor penarik, dimana pindahnya penduduk dari daerah pedesaan ke daerah
perkotaan disebabkan oleh adanya daya tarik daerah perkotaan yang mempesona.
Daya tarik kuat daerah perkotaan,antara lain :
KOTA SEBAGAI PUSAT PEMERINTAHAN
Sebagai pusat pemerintahan, kota memiliki lembaga-lembagapemerintahanyang menjadi bagian utama dari kota sebagai pusat pemerintahan. Mereka yang bekerja di sektor pemerintahan tidak semuanya merupakan warga asli perkotaan, sebagian besar dari karyawan sektor pemerintahan adalah berasal dari penduduk pedesaan. Biasanya posisi kota sebagai pusat pemerintahan akan diikuti dengan munculnya berbagai lembaga lain di luar pemerintahan seperti organisasi, lembaga atau badan-badan non pemerintah (LSM), yayasan-yayasan, badan-badan swasta yang bergerak di berbagai bidang. Organisasi, lembaga atau badan-badan tersebut memiliki anggota, pengurus dan pegawaiyang tidak hanya berasal dari penduduk asli perkotaan, tetapi juga penduduk yang berasal dari pedesaan.
Selain itu, kota
sebagai pusat pemerintahan dilengkapi dengan berbagai sarana dan prasana pendukung yang diikuti pula tumbuhnya sektor lain
seperti sektor informal, misalnya warung makanan dan minuman, warung rokok,
fotocopy, dan sebagainya. Secara langsung maupun tidak langsung menarik orang
untuk mengambil peran dan memanfaatkan peluang yang ada. Dengan demikian, kota sebagai pusat
pemerintahan menjadi salah satu daya tarik penduduk daerah pedesaan untuk
pindah ke daerah perkotaan.
KOTA SEBAGAI PUSAT PEREKONOMIAN
Pertumbuhan kota sebagai pusat perekonomian terkait erat dengan berkembangnya berbagai aktivitas ekonomi di wilayah perkotaan.
Pusat Perdagangan
Sebagian terbesar penduduk yang bertempat tinggal didaerah
perkotaan bermatapencaharian bukan sebagai petani. Untuk
pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari mereka membeli dari para pedagang.
Kondisi ini mendorong tumbuh dan berkembangnya pusat-pusat perbelanjaan,
pasar, toko, warung dan bahkan pedagang keliling. Mereka yang bekerja atau
berprofesi di sektor perdagangan ini bukan hanya penduduk asli daerah
perkotaan, sebagian dari mereka adalah penduduk yang berasal dari daerah
pedesaan. Penduduk daerah pedesaan tertarik untuk pindah ke daerah perkotaan
untuk mencari pekerjaan atau bekerja di sektor jasa perdagangan atau mengadu
peruntungan dengan berprofesi sebagai pedagang.
Pusat Industri
Kebutuhan hidup manusia baik yang berdomisili di daerah
perkotaan maupun yang berdomisili di daerah pedesaan tidak hanya terbatas pada
makan dan minum, tetapi seiring perkembangan peradaban manusia kebutuhan hidup
semakin berkembang dan beragam. Pada masa lalu, orang sudah sangat senang jika
telah tercukupikebutuhan pangan, sandang dan papan. Kebutuhan pangan,
sandang dan papan-pun tidak berlebihan, dengan terpenuhi
kebutuhan minimal atau sedikit di atas kebutuhan minimal orang sudah merasa
puas. Kondisi tersebut kini sudah jauh berbeda, dimana tuntutan dan kebutuhan
hidup sudah sangat beragam dan tidak lagi hanya berorientasi pada pemenuhan pangan,
sandang dan papan yang sederhana saja. Pada masa lalu tidak ada televisi,
handphone, sepeda motor, mobil, gedung mewah, sepatu ber-merk, pakaian yang
penuh sensasi fashion, makanan siap saji, minuman kemasan, makanan instant yang
dapat dibawa jauh dan disimpan lama, berbagai barang asesoris (jam tangan,
kalung, gelang, anting, cincin),dan sebagainya. Kini barang-barang tersebut
sudah menjadi kebutuhan, tuntutan dan bahkan menjadi simbol modernisasi dalam kehidupan
dan pergaulan masyarakat daerah perkotaan. Cara dan gaya hidup yang demikian telah pula masuk dan
melanda kehidupan dan pergaulan masyarakat di daerah pedesaan.
Barang-barang yang dikategorikan
sebagai simbol modernisasi tersebut diproduksi oleh pabrik-pabrik atau industri
manufaktur yang umumnya berada di daerah perkotaan. Mereka yang bekerja di
sektor ini bukan saja orang-orang yang asli berdomilisi di daerah perkotaan,
melainkan juga orang-orang yang berasal dari daerah pedesaan.
Dengan demikian, kota
sebagai pusat industri telah menjadi daya tarik kuat penduduk dari daerah
pedesaan untuk pindah ke daerah perkotaan dalam mengadu peruntungan untuk
bekerja di sektor perindustrian.
Pusat Industri Jasa dan Hiburan
Seiring dengan semakin besarnya tuntutan dan kebutuhan
masyarakat, maka tumbuh dan berkembang pula berbagai industri yang berupaya
memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat tersebut, diantaranya industri jasa dan
hiburan. Industri jasa tumbuh pesat di kawasan perkotaan untuk membantu dalam
pemenuhankeinginan-keinginan dan kebutuhan masyarakat daerah perkotaan seperti
pelayanan angkutan (darat, laut dan udara), jasa penitipan dan pengiriman
barang, jasa konsultasi, perbankan dan sebagainya. Selain itu, pola hidup
masyarakat perkotaan yangseolah berpacu dengan waktu (time is money) menuntut masyarakat
kota untuk
bekerja lebih giat dengan tuntutah jam kerja yang tinggi. Mereka yang tidak
mampumemanfaat waktu dan peluang yang tersedia akan terlindas oleh waktu dan
persaingan. Itu artinya tuntutan kerja keras menjadi hal utama. Sehingga di
daerah perkotaan muncul fenomena pada jam-jam tertentu terjadi kepadatan arus
lalu lintas (saat berangkat ke lokasi kerja pada pagi hari, dan saat pulang
kerja pada sore dan menjelang malam hari). Kondisi ini berlangsung secara
terus-menerus dari hari ke hari sepanjang tahun. Kesibukan warga kota yang begitu tinggi,
memunculkan tuntutan dan kebutuhan akan hiburan (refreshing).
Kebutuhan akan hiburan ini membuka peluang dan lapangan
pekerjaan baru dalam bentuk industri hiburan seperti bar, tempat karaoke,
tempat wisata, kafetaria, pertunjukan film, televise yang
menawarkan beragam acara hiburan, panti pijat,dan sebagainya.
Mereka yang bekerja di sektor industri jasa dan hiburan ini
bukan hanya berasal dari masyarakat yang asli berdomisili di daerah perkotaan,
tetapi juga berasal dari daerah pedesaan.Dengan demikian, kota sebagai pusat
industri jasa dan hiburan turut pula menjadi salah satu faktor yang menarik
penduduk dari daerah pedesaan pindah ke daerah perkotaan.
KOTA SEBAGAI PUSAT PERKEMBANGAN PERADABAN
Perkembangan
peradaban manusia tidak terlepas dari perkembangan dan kemampuan olah pikiryang
dimiliki manusia. Sentral dari aktivitas ini adalah kemajuan intektualitas
manusia yang terus mengalami perkembangan yang pesat. Hal ini tidak terlepas
dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kamajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi itu sendiri bersumber dari berkembangnya dunia pendidikan yang
berkualitas. Terkait dengan pendidikan yang berkualitas, tidak diragukan lagi
bahwa pendidikan yang berkualitas erat kaitannya dengan proses pembelajaran
yang berkualitas, dukungan fasilitas yang memadai, sumber daya manusia
fasilitator pembelajaran yang berkualitas dan lingkungan yang egaliter.
Semuanya secara meyakinkan tersedia di daerah perkotaan. Kondisi tersebut mendorong
pertumbuhan lembaga pendidikan di daerah
perkotaan menjadi jauh lebih cepat dan lebih maju daripada
daerah pedesaan. Sehingga generasi muda di daerah pedesaan berlomba-lomba
meninggalkan desan
ya menuju kota
untuk memperoleh tempat menimba ilmu (sekolah atau perguruan tinggi) yang
ternama atau terkenal. Kondisi ini memicu terjadinya perpindahan penduduk dari
daerah pedesaan ke daerah perkotaan dalam jumlah yang cukup besar. Lebih jauh
lagi, kelompok muda yang bermigrasi dari daerah pedesaanke daerah perkotaanini
hanya sebagian kecil yang kembali lagi ke desa untuk hidup dan menetap di desa.
Sebagian besar lainnya memilih mencari kerja atau penghidupan di
daerah perkotaan dan menetap di daerah perkotaan.
Dengan demikian, kota
sebagai pusat perkembangan peradaban turut pula menjadi salah satu faktor yang
menarik penduduk dari daerah pedesaan pindah ke daerah perkotaan. Perpindahan
penduduk dari daerah pedesaanke daerah perkotaanselain disebabkan daya tarik
magnet kota
sebagaimana diuraikan di atas, terdapat pula faktor lain. Faktor lain yang
dimaksud adalah faktor pendorong. Faktor yang menyebabkan terjadinya
perpindahan penduduk dari daerah pedesaan ke daerah perkotaanyang bersumber dari
kondisi internal daerah pedesaanitu sendiri. Faktor-faktor yang bersumber dari
internal daerah pedesaaninilah yang disebut sebagai faktor pendorong. Pindahnya
penduduk daerah pedesaanke daerah perkotaandidorong oleh kondisi ketertinggalan
daerah pedesaandalam berbagai aspekkehidupan.
Berbagai faktor internal daerah pedesaan yang mendorong
penduduk dari daerah pedesaan untuk berhijrah atau pindah ke daerah perkotaan,
antara lain :
a.Keterbelakangan perekonomian di pedesaan
Jika di daerah perkotaan geliat perekonomian begitu
fenomenal dan pantastis. Sebaliknya, hal yang berbeda terjadi di daerah
pedesaan, dimana geliat perekonomian berjalanlamban dan hampir tidak
menggairahkan. Roda perekonomian di daerah pedesaan didominasi oleh aktivitas
produksi.
Aktivitas produksi yang relative kurang beragam dan
cenderung monoton pada sektor pertanian (dalam arti luas : perkebunan,
perikanan, petanian tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, kehutanan, dan
produk turunannya). Kalaupun ada aktivitas di luar sektor pertanian jumlah dan
ragamnya masih relatif sangat terbatas.
Aktivitas perekonomian yang ditekuni masyarakat di daerah
pedesaan tersebut sangat rentan terhadap terjadinya instabilitas harga. Pada
waktu dan musim tertentu produk (terutama produk pertanian) yang berasal dari
daerah pedesaan dapat mencapai harga yang begitu tinggidan pantastik.
Namun pada waktu dan musim yang
lain,harga produk pertanian yang berasal dari daerah pedesaan dapat anjlok ke
level harga yang sangat rendah. Begitu rendahnya harga produk pertanian
menyebabkan para petani di daerah pedesaan enggan untuk memanen hasil
pertaniannya, karena biaya panen lebih besar dibandingkan dengan harga jual
produknya. Kondisi seperti ini menimbulkan kerugian yang luar biasabagi petani.
Kondisi seperti ini hampir selalu terjadi sampai saat ini.
Namun demikian, suatu ironi bagi pemerintah, karena belum dapat memberikan solusi tepat.
Masih segar dalam ingatan kita, pada tahun 2010, cabai mencapai harga di atas
Rp.100.000,-per kilogram dan merupakan harga tertinggi sepanjang sejarah.
Kondisi berbalik terjadi pada bulan-bulan di awal tahun
2011, dimana harga cabai mengalami penurunansecara drastis. Beberapa daerah
harga cabai mencapai di bawah Rp. 10.000,-per kilogram. Kasus yang mirip
terjadi beberapa tahun sebelumnya, petani tomat mengalami masa-masa pahit.
Harga buah tomat sangat rendah, sehingga biaya produksi jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan harga jualhasil panen tomat. Petani enggan memanen tomatnya
dan lebih memilih untuk membiarkan buah tomat membusuk di kebun atau melakukan
pemusnahan tanaman tomat dan menggantikan dengan tanaman lain yang berbeda.
Kejadian serupa pada produk pertanian lainnya seringkali
terjadi dan menerpa kehidupan para petani di daerah pedesaan. Meskipun penduduk
di daerah pedesaan mayoritas bermatapencaharian sebagai petani, namun tidak
semua petani di daerah pedesaan memiliki lahan pertanian yang memadai. Banyak
diantara mereka memiliki lahan pertanian kurang dari 0,5 hektar, yang disebut
dengan istilah petani gurem.
Lebih ironis lagi, sebagian dari penduduk di daerah pedesaan
yang malah tidak memiliki lahan pertanian garapan sendiri. Mereka berstatus
sebagai petani penyewa, penggarap atau sebagai buruh tani.
Petani penyewa
adalah para petani yang tidak memiliki lahan pertanian garapan milik sendiri
melainkan menyewa lahan pertanian milik orang lain.
Petani penggarap adalah para petani yang tidak memiliki
lahan pertanian garapan milik sendiri melainkan menggarap lahan
pertanian milik orang lain dengan sistem bagi hasil atau lainnya.
Buruh tani adalah petani yang tidak memiliki lahan pertanian
garapan milik sendiri melainkan bekerja sebagai buruh yang menggarap lahan pertanian
milik orang lain dengan memperoleh upah atas pekerjaannya.
Kondisi tersebut berpengaruh terhadap hidup dan penghidupan
keluarga petani di daerah pedesaan. Perekonomian masyarakat di daerah pedesaan
yang kurang menguntungkan ini mendorong penduduk daerah pedesaan untuk pindah
dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan.
Keluarga petani terdorong untuk mencari sumber penghidupan
yang lain di luar desanya. Daerah yang banyak menjadi tujuan mereka adalah
daerah perkotaan. Mereka nekad keluar dari desanya untuk mencari pekerjaan dan
mengadu nasib di daerah perkotaan. Meskipun di daerah perkotaan mereka belum
tentu memperoleh pekerjaan yang lebih baik.
b.Minimnya sarana dan prasarana di pedesaan
Salah satu keterbelakangan yang dialami daerah pedesaan di Indonesia
dapat dilihat dari aspek pembangunan sarana dan prasarana.
Beberapa sarana dan prasarana pokok dan pentingdi daerah
pedesaan, antara lain :
Prasarana dan sarana transportasi
Salah satu prasarana dan sarana pokok dan penting untuk
membuka isolasi daerah pedesaan dengan daerah lainnya adalah prasarana
transportasi (seperti jalan raya, jembatan, prasarana transportasi laut, danau,
sungai dan udara),
dan sarana transportasi (seperti mobil, sepeda motor, kapal
laut, perahu mesin, pesawat udara dan sebagainya). Ketersediaan parasarana dan
sarana transportasi yang memadai akan mendukung arus orang dan barang yang
keluar dan masuk ke daerah pedesaan.
Untuk mendorong peningkatan dinamika masyarakat daerah
pedesaan akan arus transportasi orang dan barang keluar dan
masuk dari dan ke daerah pedesaan, diperlukan prasarana dan sarana transportasi
yang memadai. Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, Syaifulah
Yusuf, dalam seminar tentang “Strategi Pembangunan Desa” di Hotel Bidakara,
Jakarta, Selasa 12 September 2006, mengemukakan bahwa sekitar 45 persen atau
sebanyak 32.379 Desa di Indones
ia termasukdalamkategori Desa Tertinggal (Ken Yunita, 2006).
Salah satu penyebab
daerah pedesaan masih terisolasi atau tertinggal adalah
masih minimnya prasarana dan sarana transportasi yang membuka akses daerah
pedesaan dengan daerah lainnya. Kondisi prasarana dan sarana transportasi yang
minim berkontribusi terhadap keterbelakangan ekonomi daerah pedesaan. Secara
umum, masyarakat daerah pedesaan menghasilkan jenis produk yang relatif sama,
sehingga transaksi jual beli barang atau produk antar sesama penduduk di suatu
desa relatif kecil. Dalam kondisi prasarana dan sarana transportasi yang minim,
produk yang dihasilkan masyarakat daerah pedesaan sulit untuk diangkut dan
dipasarkan ke daerah lain. Jika dalam kondisi seperti itu, masyarakat daerah
pedesaanmenghasilkan produk pertanian dan non pertanian dalam skala besar, maka
produk tersebut tidak dapat diangkut dan dipasarkan ke luar desa dan akan
menumpuk di desa. Penumpukan dalam waktu yang lama akan menimbulkan kerusakan
dan kerugian. Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan bagi warga
masyarakat di daerah pedesaan.
Sebaliknya, hal tersebut akan mendorong sebagian warga
masyarakat di daerah pedesaan untuk merantau atau berpindah ke daerah lain
terutama daerah perkotaan yang dianggap lebih menawarkan masa depan yang lebih
baik.
Prasarana dan sarana pendidikan yang
kurang memadai
Sebagian dari masyarakat di daerah pedesaantelah memiliki
kesadaran untuk mendidik anak-anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Keadaan prasarana pendidikan seperti lembaga pendidikan dan gedung sekolah di daerah pedesaan relatif terbatas.
Ketersediaan prasarana pendidikan di daerah pedesaan yang
masih kurang memadai dapat terlihat dari terbatasnya jumlah lembaga pendidikan
serta kondisi fisik bangunan sekolah yang kurang representatif (rusak, tidak
terawat dengan baik, kekurangan jumlah ruang kelas dan sebagainya). Selain itu,
sarana pendidikan di daerah pedesaan juga sangat terbatas seperti kurangnya
ketersediaan buku-buku ajar, kondisi kursi dan meja belajar yang seadanya,
tidak tersedianya sarana belajar elektronik, tidak tersedianya alat peraga dan
sebagainya. Keterbatasan prasarana dan sarana pendidikan di daerah pedesaan
mendorong sebagian masyarakat daerah pedesaanuntuk menyekolahkan anak-anaknya
ke luar desa terutama ke daerah perkotaan. Hal ini turut mendorong laju migrasi
penduduk dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan.
c.Terbatasnya lapangan pekerjaan di pedesaan
Indonesia sebagai negara agraris sampai saat
ini dapat dilihat dari besarnya jumlah penduduk yang masih mengandalkan
penghasilannyaserta menggantungkan harapan hidupnya pada sektor pertanian.
Dominasi sektor pertanian sebagai matapencaharian penduduk dapat terlihat nyata
di daerah pedesaan.
Sampai saat ini lapangan kerja yang tersedia di daerah
pedesaan masih didominasi oleh sektor usaha bidang pertanian. Kegiatan usaha
ekonomi produktif di daerah pedesaanmasih sangat terbatas ragam dan jumlahnya,
yang cenderung terpaku pada bidang pertanian (agribisnis). Aktivitas usaha dan
matapencaharian utama masyarakat di daerah pedesaan adalah usaha pengelolaan/
pemanfaatan sumber daya alam yang secara langsung atau tidak langsung ada
kaitannya dengan pertanian. Bukan berarti bahwa lapangan kerja di luar sektor
pertanian tidak ada, akan tetapi masih sangat terbatas. Peluang usaha di sektor
non-pertanian belum mendapat sentuhan yang memadai dan belum berkembang dengan
baik. Kondisi ini mendorong sebagian penduduk di daerah pedesaan untuk mencari
usaha lain di luar desanya, sehingga mendorong mereka untuk berhijrah/migrasi
dari daerah pedesaanmenuju daerah lain terutama daerah
perkotaan.
Daerah perkotaan dianggap memiliki lebih banyak pilihan dan
peluang untuk bekerja dan berusaha. Upaya untuk mendorong dan melepaskan daerah
pedesaandari berbagai ketertinggalan atau keterbelakangan, maka pembangunan
desa dalam aspek fisik perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan
komponen masyarakat lainnya.
Pembangunan desa dalam aspek fisik, selanjutnya dalam
tulisan ini disebut Pembangunan Desa, merupakan upaya pembangunan
sarana,prasarana dan manusia di daerah pedesaan yang merupakan kebutuhan masyarakat
daerah pedesaan dalam mendukung aktivitas dan kehidupan masyarakat pedesaan.
Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa betapa daerah
pedesaan memerlukan adanya ketersediaan prasarana dan sarana fisik dalam hidup
dan kehidupan masyarakat desa.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan Desa adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas-batas wilayahyang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Hak untuk mengurus kepentingan daerahnya sendiri (dalam
istilah modern disebut “hak otonomi”). Hak otonomi sifatnya sangat luas. Hampir
semua hal yang menyangkut urusan di desa. Hanya saja tingkat materi dan cara
pelaksanaan atau pengerjaannya masih sangat sederhana, termasuk hal-hal yang
berkaitan dengan pembangunan desa.
Bercermin dari masa lalu, di era orde baru pemerintahan
bersifat sangat sentralistik yang mengusung konsep filosofi keseragaman. Segala
sesuatu yang berkaitan dengan pembangunan diseragamkan, diatur dan dikendalikan
dari pusat. Sementara bangsa Indonesia
terdiri dari beragam suku bangsa, lebih dari 70.000 buah desa dengan karakter,
budaya dan tradisi yang berbeda satu sama lain. Konsep keseragaman yang diusung
dan dipaksakan pada masa lalu, kini sudah tidak tepat lagi. Oleh karenanya,
konsep pembangunan desa ke depan tidak dapat dilakukan dengan pola keseragaman.
Seiring dengan perubahan paradigma pemerintahan sentralistik
ke paradigma pemerintahan desentralistik, maka seyogyanya pembangunan desa
lebih mengedepankan konsep keanekar agaman dalam kesatuan dan bukan konsep
keseragaman. Pembangunan desa dengan konsep keanekaragam dalam kesatuan,
diharapkan mampu mendorong dinamika pembangunan desa yang berbasis budaya dan
karakteristik lokal yang pada akhirnya akan memperkaya keragaman nuansa etnik
dalam pembangunan bangsa.
Masyarakat dan pemerintah desa diberi kekeluasaan untuk memperkaya
warna dan model pembangunan desanya dengan kekayaan etnik yang mereka miliki.
Upaya tersebut diharpakan akan menumbuhkan dan memupuk partisipasi aktif dan
rasa tanggung jawab masyarakat dalam membangun desa. Peran pemerintah (pusat
dan daerah) dalam pembangunan desa ditempatkan pada posisi yang tepat.
Pemerintah diharapkan berperan dalam memberi motivasi,
stimulus, fasilitasi, pembinaan, pengawasandan hal-hal yang bersifat bantuan
terhadap pembanguan desa.
Untuk kepentingan dan tujuan tertentu, intervensi pemerintah
terhadap pembangunan desa dapat saja dilakukan setelah melalui kajian dan
pertimbangan yang matang dan komprehensif. Intervensi yang dimaksudkan di sini
adalah turut campur secara aktif dan bertanggungjawab pemerintah dalam proses
pembangunan desa, seperti membuka keterisolasian desa (karena ketiadaan biaya,
desa tidak mampu melepaskan diri dari keterisolasian), membangun fasilitas
jalan, jembatan, gedung sekolah, puskesmas dan sebagainya. Meskipun pemerintah
melakukan intervensi terhadap proses pembangunan fasilitas tertentu di daerah
pedesaan, pemerintah tidak boleh mengabaikan potensi setempat, jangan sampai
pemerintah mengabaikan keberadaan masyarakat setempat, dan masyarakat
jangan sampai hanya diposisikan sebagai penonton. Keterlibatan masyarakat
sangat diperlukan dalam pembangunan desa. Karena proses pembangunan desa bukan
hanya sebatas membangun prasarana dan sarana yang diperlukan, tetapi proses
pembangunan desa memerlukan waktu yang panjang, banyak pengorbanan, dan
bertalian dengan banyak pihak dalam masyarakat termasuk masyarakat di daerah
pedesaan. Proses pembangunan masyarakat lebih
didorong untuk menjadi ujung tombak dalam pembangunan desa.
Pola bottom-up planning mungkin menjadi salah satu
alternatif yang mengedepan. Pemerintah menempatkan diri sebagai motivator dan
fasilitator aktif (tentunya tidak berpangku tangan hanya menunggu dari
masyarakat).
Pemerintah memotivasi masyarakat untuk membangun daerahnya
seraya pemerintah menyiapkan bantuan prasarana, sarana dan dana yang
dibutuhkan. Pemerintah juga dapat melemparkan ide-ide pembangunan desa kepada
masyarakat. Namun dalam tahap berikutnya masyarakat dilibatkan dalam menentukan
keputusan mengenai apa yang akan dibangun, membuat dan menyusun rencana pembangunan,
dalam pelaksanaan pembangunan sampai pada pemeliharaan hasil pembangunan.
Berkaitan dengan manusia (penduduk daerah pedesaan) sebagai
subjek pembangunan, maka dituntut berbagai hal terhadap kapasitas dan kualitas
manusia itu sendiri. Salah satu tuntutan peran sebagai subjek (pelaku)
pembangunan yang semestinya dapat dan mampu dipenuhi oleh masyarakat di daerah
pedesaan adalah kemampuan menciptakan atau daya cipta. Soedjatmoko (1995)
mengemukakan bahwa pengembangan (pemekaran) daya cipta suatu bangsa bukan saja
suatu kemampuan serta kejadian individual, melainkan juga suatu proses sosial
yang d
itentukan oleh kondisi-kondisi sosial pula.
Maksudnya adalah adanya lembaga dan kebijaksanaan yang
diperlukan untuk mencapai perkembangan daya cipta dalam pembangunan masyarakat.
Bahwasanya untuk lebih menggerakkan dan memacu pembangunan desa secara lebih
berdaya guna dan berhasil guna, maka yang pertama dan utama perlu dibangun
adalah manusia sebagai pelaku dan calon pelaku pembangunan itu sendiri.
Kritik bagi model pembangunan kita selama ini adalah bangsa
kita lebih cenderung mengedepankan pembangunan fisik daripada pembangunan
manusianya. Soedjatmoko (1995) mengemukakan bahwa pada pembangunan ekonomi ada
kecenderungan mengaggap esensi pertumbuhan ekonomi ialah besarnya penanaman
modal untuk keperluan produksi. Ini dianggap faktor paling menentukan untuk mencapai
suatu tingkat ekonomi yang lebih tinggi.
Peneropongan teoritis, lebih
berkisar pada soal penentuan besar kecilnya penanaman modal yang diperlukan
untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang lebih pesat. Penanaman modal dipandang
lebih menentukan daripada cacah jiwanya., sehingga kurang mendapat perhatian
dan berjalan sendiri. Kalaupun faktor seperti pendidikan, stabilitas politik
dan faktor sosial lainnya turut ditinjau,peninjauanitupun tetap berporos pada
investasi modal.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka ke depan kita perlu
menata ulang format pembangunan desa.
Bangsa ini harus memilah, memilih dan
menata secara lebih arif.
Tidak mungkin lagi membuat kebijakan pembangunan yang
seragam untuk semua desa. Akan tetapi, kita perlu secara arif dan
bijaksanamelihatdesa per desa dari berbagai aspek. Bagi desa yang sudah
memiliki manusia (penduduk) yang berkualitas, maka perlu didorong dan
distimulir untuk memacu percepatan pembangunan desa dalam semua aspek.
Sebaliknya, jika suatu desa yang belum memiliki kualitas dan kuantitas manusia
yang mumpuni, maka perlu didorong untuk lebih mengedepankan pembangunan
manusianya, seperti pendidikan, pembimbingan, pelatihan dan sebagainya.
Pembangunan manusia dalam konteks pengembangan daya cipta.
Daya cipta dalam perspektif yang luas, termasuk melakukan pembaharuan dan
penemuan atas berbagai hal terkait kehidupan manusia seperti menambah dan
mengembangkan berbagai macam alat (instrument)dan cara (metode/teknik) yang
berguna dalam menunjang atau mendukung kehidupan masyarakat di daerah pedesaan
atau masyarakat luas.
****
Penulis : Dr. Ir. Ali Hanapiah Muhi, MP
Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Jatinangor, Jawa Barat,
2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar